hotel sign

PENGALAMAN BURUK MENGINAP DI HOTEL – PART 1

 KAPOK! CUKUP SEKALI NGINAP DI HOTEL DEKAT TUGU INI

Ada beberapa kawan yang bertanya, “Kalau sedang staycation, pernah dapat hotel yang zonk nggak sih?” Jawabannya, pernah, bahkan beberapa kali. Salah satunya, di sebuah hotel tak jauh dari Tugu Jogja. Tidak perlu saya sebutkan nama hotelnya.

#

 

TAMU VS PEMENGARUH

Barangkali, hanya saya saja yang mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan ini. Karena saya pernah menyimak di sosial media, ada beberapa influencer berkunjung ke sana. Sekadar memenuhi undangan makan, atau ada juga yang menginap. Mereka bercerita betapa enaknya makanan di sana, betapa nyamannya menginap di sana, betapa ramah staff di sana…

Padahal, saya mengalami sendiri, pengalaman menginap di sana tak seindah yang mereka ceritakan. Malah bisa dibilang, ini pengalaman tak menyenangkan. Memang treatment hotel bagi pemengaruh, dan bagi tamu (biasa), itu berbeda. Pemengaruh bakal dijamu semaksimal mungkin. Giliran tamu biasa seperti saya, halahhh sapaan selamat datang saja tidak dapat…

 

PENGALAMAN TAK MENYENANGKAN SAAT CHECK IN

Saya datang sebagai tamu biasa. Pertama kali memasuki hotel, saya melihat beberapa orang berada di belakang meja resepsionis. Ada yang sedang menelepon. Ada yang sedang memeriksa komputer. Ada pula yang saling berkoordinasi. Rupanya sedang sibuk semuanya hingga tidak ada yang menyapa ketika saya datang.

Bukan saya mau disapa. Tetapi di hotel pada umumnya, -dan hotel jogja pada khususnya, menyapa tamu adalah prosedur standar penerimaan tamu yang diterapkan hotel. Dari sini saya tahu, di hotel ini menyapa dan memberi salam kepada tamu yang baru datang bukan suatu keharusan.

“Selamat siang. Saya mau check in,” kata saya sengaja menyela kesibukan mereka. Saya tidak mungkin menunggu mereka selesai melakukan aktivitas mereka, bukan? Mereka juga harus tahu kalau saya ada di sana dan memiliki kepentingan.

“Sebentar ya, Bu,” sahut salah satu karyawan perempuan yang mengenakan kaos polo. Saya cukup lega karena sapaan saya direspon meski tak diiringi senyuman, bahkan kontak mata pun tidak. Saya menunggu di dekat meja resepsionis tempat check in.

Beberapa lama kemudian, karyawan itu tampak berbicara dengan saya. “Ibu, check in atas nama siapa, Bu?” Saya menyebutkan nama dan karyawan itu kembali sibuk mengecek nama-nama tamu yang akan check in. Ketika sudah menemukan nama saya, dia segera memproses check in saya.

 

KAMAR YANG KURANG SESUAI DENGAN PEMESANAN

“Ibu, untuk kamarnya tidak tersedia di lantai tinggi. Hanya tersedia di lantai rendah…” kata si karyawan. “Baik Mbak. Tidak apa-apa…” sahut saya. Lewat OTA, saya memang memesan kamar di hotel ini di lantai tinggi.

“Ibu, untuk bednya tidak tersedia tipe double bed. Hanya tersedia tipe twin bed…” kata si karyawan lagi. “Nanti kami bantu untuk menyatukan dua bed menjadi satu,” lanjutnya. Saya hanya terdiam, namun dalam hati saya bertanya-tanya.

Selama ini, jika saya memesan kamar lewat ota dengan permintaan khusus selalu terpenuhi. -Setidaknya dari beberapa permintaan, ada satu yang dapat dipenuhi. Baru kali ini saja tidak. Padahal saya menginap pada weekday, tampaknya tamu juga tidak banyak.

Proses check ini saya selesai. Saat dia menyerahkan kunci kamar, itulah kali pertama kami beradu tatap. Saya melenggang, dan langsung menuju kamar saya…

 

FASILITAS DALAM KAMAR

Singkat cerita, saya sudah berada di dalam kamar. Singkat saja, ada dua hal yang sangat mengganggu. Yang pertama, selimut dan sprai yang digunakan seperti tidak diganti. Yang kedua, handuk mandi yang robek, dan seperti tidak diganti.

 

Kalo rame, lanjut part 2…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *